Senin, 19 September 2011

"Matahari akan Tetap Bersinar dan Menyinari......"

by Cholid Mawardi on Monday, September 12, 2011 at 4:20pm
Setiap perbaikan dibangun untuk tujuan tertentu. Sebagian dibangun demi menunjukkan kemurahan hatinya, sebagian untuk memperoleh kemasyhuran, dan sebagian untuk ganjaran surga. Terkadang kita sering salah berprasangka bahwa perbuatan mengagungkan orang suci, berziarah ke kuburannya adalah perbuatan yang dilarang. Padahal tujuan dari perbuatan tersebut agar semua orang dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari orang suci yang sudah meninggal itu, dan tujuan akhirnya adalah Tuhan.
Orang suci sendiri tidak membutuhkan pengagungan. Mereka telah diagungkan di dalam dan atas nama mereka sendiri. Apabila satu lampu ditempatkan pada satu ketinggian, maka dia tetap memancarkan sinar. Tidak peduli tinggi atau rendah, dan tidak untuk dirinya sendiri. Dia hanya ingin cahayanya menyinari yang lain. Apabila matahari yang di atas langit berada di bawah, maka dia tetap akan menjadi matahari. Namun konsekuensinya dunia akan berada di dalam kegelapan. Dia kemudian ditempatkan di atas; bukan untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan orang lain. Hakekatnya, orang suci lebih penting daripada kategori "atas" dan "bawah" maupun pengagungan dari orang-orang.
Ketika setitik kebahagiaan atau cahaya rahmat dari dunia lain memanifestasikan dirinya kepadamu, maka pada saat itu engkau benar-benar tidak peduli kepada kategori "atas" dan "bawah", tidak peduli kepada "tingkat ketuhanan" atau "kepemimpinan", bahkan kepada dirimu sendiri. Bagaimana mungkin orang suci yang merupakan sumber asal cahaya dapat diikat oleh kategori "atas" atau "bawah" ??. Keagungan mutlak hanya milik Tuhan. DIA merdeka dari kategori "atas" atau "bawah". DIA lebih penting dari kategori "atas" atau "bawah". Mereka sama semua di hadapan Tuhan. Kategori "atas" dan "bawah" hanyalah untuk kita yang berwujud fisik material.
Ketika banyak orang melakukan sesuatu yang bertentengan dengan maksud Tuhan, maka DIA menginginkan agar Risalah Muhammad diagungkan, dibuktikan, dan dipertahankan selama-lamanya. Lihatlah betapa banyak penafsiran berbeda yang telah dibuat dari berjilid-jilid Al-Qur'an. Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan keterpelajaran mereka. Menjelaskan betapa banyak rincian tata bahasa, leksikografi, dan penjelasan retorikal demi menunjukkan betapa terpelajarnya dirinya. Meski demikian, tujuan nyatanya adalah ketuntasan; dan ini adalah pengagungan Risalah Muhammad.
Semua orang kemudian membuat karya Tuhan. Walaupun tampaknya mereka bodoh dari maksud Tuhan, dan bahkan di dalam pikirannya memiliki tujuan yang seluruhnya berbeda. Tuhan menginginkan dunia ini terus berlanjut, sementara orang-orang menyibukkan dirinya dengan hasrat dan memuaskan syahwat dengan perempuan demi makanan lezatnya. Tetapi dari sanalah muncullah anak-anak. Pada perilaku ini, mereka seakan melakukan sesuatu untuk kesenangannya sendiri; padahal sebenarnya untuk pemeliharaan dunia. Mereka kemudian melayani Tuhan, meskipun tidak memiliki perhatian seperti itu. Ini sama halnya dengan orang yang membangun masjid dengan menggunakan banyak pintu, dinding, juga atap. Meski demikian, penghargaannya tertuju kepada kiblat. Sasaran pengagungan yang lebih dihargai.
Keagungan orang suci tidak terdapat pada bentuk luarnya. Ketinggian dan keagungan yang mereka miliki tidak memiliki sifat. Meskipun engkau memakai surban dan berjubah panjang, berjenggot lebat dan berdahi gosong; hal ini tidak berarti tingkat keimananmu di atas orang suci. Ketinggian tidak berada pada bentuk luarnya, karena apabila engkau meletakkan satu dirham pada atap rumah dan selempeng emas di bawah tangga, maka hakekatnya lempeng emas berada "di atas" dirham. Seperti halnya rubi dan permata "di atas" emas; tidak peduli meskipun mereka secara fisikal "di atas" atau "di bawah". Sama halnya sekam berada di atas biji pepadian yang akan digiling, sementara tepung jatuh ke bawah. Apabila tepung tetap berada di atas, apakah mungkin akan menjadi tepung ??. Keunggulan tepung tidak karena bentuk fisikalnya. Di dalam dunia makna sejati memiliki "hakekat". DIA akan tetap berada "di atas" dalam keadaan apapun.
*******************************************************************
Tulisan ini diintisarikan dari karya Syaikh Jalaluddin Rumi yang berjudul: "Yang Mengenal Dirinya... Yang Mengenal Tuhannya..."
Sumber

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Free Samples