Dia ulama yang kali pertama menyebarkan metode tareqat di Minangkabau.
________________________________________________________________________________________________
Dari kisah sejumlah pengikutnya, Syekh Burhanudin tidak menikah hinggga tutup usia. Pertimbangan beliau tidak menikah ini ditulis sejumlah murid beliau, penganut tareqat Satariyah. "Memang begitu adanya, beliau lebih mengutamakan kegiatan dunia untuk akhirat," tambah dosen Adab ini.
Penelusuran VIVAnews.com kepada sejumlah ulama tareqat Satariyah di Ulakan, cerita itu benar adanya. Syekh Burhanudin menghabiskan waktunya untuk memikirkan akhirat dan mengesampingkan kegiatan yang bersifat keduniaan.
Terlepas dari cerita kontroversi soal pribadinya, Syekh Burhanuddin dipercayai banyak orang memiliki kaaromah karena kedekatannya dengan sang pencipta. Banyak cerita-cerita turun tentang karomah syekh Burhanuddin yang hingga saat ini masih terdengar. Tapi, bukan hal itu yang membuat metode tareqat yang dikembangkannya masih bertahan hingga saat ini.
"Metodologi dakwahnya pas, cocok dengan kultur kita. Beliau mengajarkan bagaimana cara berhubungan dengan Tuhan dan berhubungan dengan guru," kata ulama Satariyah, Ali Nurdin.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Ulakan Tapakis ini menceritakan, hingga kini tareqat Satariyah masih mempertahankan cara melihat bulan dengan mata telanjang untuk menentukan 1 Ramadan, atau hari besar Islam lainnya.
Syekh Burhanudin diyakini meninggal pada usia 53 tahun. Diberbagai literatur ditemukan, beliau meninggal pada tanggal 10 Syafar 1116 Hijriah atau tahun 1704 M. Tanggal saat beliau meninggal ini yang dijadikan puncak kegiatan 'baSafar'.
Konon kabarnya, kuburan beliau pertama berada di lokasi lain yang jauh dari areal makam yang ada saat ini. Jasad Syekh Burhanudin hilang dan berpindah dengan sendirinya ke lokasi makam yang sekarang. "Mitosnya begitu, meskipun sulit untuk membuktikannya ini memberi tanda bahwa sedemikian besar penghormatan pengikutnya pada beliau," ujar Dekan Adab IAIN Irhas, A Shamad. (Laporan: Eri Naldi, Padang)• VIVAnews
Penelusuran VIVAnews.com kepada sejumlah ulama tareqat Satariyah di Ulakan, cerita itu benar adanya. Syekh Burhanudin menghabiskan waktunya untuk memikirkan akhirat dan mengesampingkan kegiatan yang bersifat keduniaan.
Terlepas dari cerita kontroversi soal pribadinya, Syekh Burhanuddin dipercayai banyak orang memiliki kaaromah karena kedekatannya dengan sang pencipta. Banyak cerita-cerita turun tentang karomah syekh Burhanuddin yang hingga saat ini masih terdengar. Tapi, bukan hal itu yang membuat metode tareqat yang dikembangkannya masih bertahan hingga saat ini.
"Metodologi dakwahnya pas, cocok dengan kultur kita. Beliau mengajarkan bagaimana cara berhubungan dengan Tuhan dan berhubungan dengan guru," kata ulama Satariyah, Ali Nurdin.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Ulakan Tapakis ini menceritakan, hingga kini tareqat Satariyah masih mempertahankan cara melihat bulan dengan mata telanjang untuk menentukan 1 Ramadan, atau hari besar Islam lainnya.
Syekh Burhanudin diyakini meninggal pada usia 53 tahun. Diberbagai literatur ditemukan, beliau meninggal pada tanggal 10 Syafar 1116 Hijriah atau tahun 1704 M. Tanggal saat beliau meninggal ini yang dijadikan puncak kegiatan 'baSafar'.
Konon kabarnya, kuburan beliau pertama berada di lokasi lain yang jauh dari areal makam yang ada saat ini. Jasad Syekh Burhanudin hilang dan berpindah dengan sendirinya ke lokasi makam yang sekarang. "Mitosnya begitu, meskipun sulit untuk membuktikannya ini memberi tanda bahwa sedemikian besar penghormatan pengikutnya pada beliau," ujar Dekan Adab IAIN Irhas, A Shamad. (Laporan: Eri Naldi, Padang)• VIVAnews