Kamis, 10 Februari 2011

Tafakkur

Tafakkur itu berpikir-merenungi dengan sungguh-sungguh kehidupan akhirat, ke-Agungan Allah Maha Mencipta, tertibnya ciptaan Allah yang terhampar, dan sebagainya.

Allah melalui al Qur’an menganjurkan kita melakukan tafakkur. Bila al Qur’an menyebut-nyebut kalimat ‘wa idz’ (dan ingatlah) maksudnya agar kita ber-tafakkur. Kanjeng Nabi saw bersabda, tafakkur sejenak lebih baik dari pada ibadah selama 60 tahun. Syaikh al Hifni menerangkan, tafakkur pada sabda tadi mentafakkuri ciptaan-ciptaan Allah, sakaratul maut, siksa kubur dan huru-hara besar Hari Kiyamat itu lebih baik dari ibadah yang banyak.

Sakaratul maut -momen direnggutnya nyawa- mesti direnungkan mumpung (senyampang) nyawa masih di badan. Ketahuilah, nyawa orang kafir dicabut dengan menghentak-hentak dan sakaratul mautnya adalah puncak semua rasa sakit dan penderitaaan yang pernah dia alami. Bisa saja badannya tampak tenang saat meregang nyawa, sejatinya ruhani orang kafir mengaduh-aduh kesakitan yang luar-biasa mengerikan. “Orang Mukmin sering meneteskan banyak keringat saat menjelang wafat,” demikian Guruku ngendiko, “Ketahui pula, nyawa orang Mukmin dicabut malaikat Izarail dengan halus dan lembut, keringat-keringatnya lalu menetes. Di antara penanda khusnul khatimah (akhir yang baik) tampak menetesnya banyak keringat pada saat wafatnya seseorang.” Biasanya begitu dan orang awam bisa melihatnya. Tentu saja kalangan ulama akhirat dikaruniai Allah lebih bisa melihat dengan seksama, seseorang wafat dengan khusnul khatimah atau sebaliknya naudzu billaa mati suul khatimah.

Tafakkur sangat penting kita lakukan. Guru kami ngendiko lagi, “Urut-urutan beramal bagus dimulai dari tafakkur. Banyaklah kalian men-tafakkur-i kehidupan akhirat hingga kehidupan dunia kalian niscaya dibereskan Allah. Tafakkur akan madhangke ati (mencerahkan hati).”

Imam Khlail ar Rasyidi berfatwa, tafakkur tidak terwujud tanpa adanya lisan yang terbiasa berdzikir kepada Allah disertai kehadiran hati hingga memungkinkan dzikir di dalam hati. Terwujudnya dzikir yang demikian sangat tergantung pula pada faktor ma’rifatullaah. Tanpa memiliki ma’rifatullaah tidak akan bisa merasakan dzikir lisan yang disertai kehadiran hati. Makin tinggi ma’rifatullaah-nya makin mendalam pula tafakkur-nya. Menuju ma’rifatullaah itu dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, jalan ngaji ilmu ke ‘ulama akhirat. Kedua, jalan intuisi berupa ‘ilmu laduni (ilmu-ilmu keakhiratan yang dikaruniakan dari sisi Allah), menghamba dengan benar (menggunakan ‘ilmu) kepada Allah, mengikuti jejak orang-orang shalih dengan ‘ilmu, ‘bersentuhan’ dengan orang-orang shalih tersebut, dan sebagainya.

Dunia ini sungguh ribet, aktivitasnya tinggi namun hasilnya hanya sedikit serta lekas habis (dalam ukuran akhirat). Dan akhirat itu lezat. Aktivitasnya tak memberatkan, perolehannya sangat besar sekaligus tak ada habisnya. Herannya, banyak orang malah memilih prioritas yang ribet tadi. Memang, kerja di dunia perlu giat. Bila saatnya tiba panggilan menunaikan ibadah, ya segerakan menunaikan ibadah tadi. Ya shalat, ya ngaji ilmu, etc etc. Mulai dari kedisiplinan tingkat awal tadi berangsur-angsur naik merambah pencapaian ruhani hingga kian mendalam pula tafakkur-nya.

Demikian anjuran Pak Kyai kepada kita -saya dan sampeyan itu- agar tak terpedaya aktivitas dunia yang sejatinya hanya dolanan. Dunia memang dolanan (sendau-gurau) sebagai mana difirmankan Allah dalam al Qur’an. Tafakkur yang mendalam pasti membenarkan firman Tuhan. Tafakkur yang mendalam pasti juga bertemu kunci penting hidup ini: ngaji ilmu. Swear ewer ewer.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Free Samples